Monday, 24 June 2013

Bajra Winarah Pitu

Seorang pertapa bersila tekun di kaki gunung Toh Langkir. Dihadapannya tujuh bajra berjejer mulai dari ukuran kecil hingga besar. Sebagian wujud pegangannya berukirkan para Dewa. Sang pertapa masih menunggu kesunyian bahtin. Bayangan putra satu-satunya yang telah menjadi seonggok abu mengusiknya.
Sesekali tampak perutnya mengembang, menyerap prana disekitarnya. Udara sisa dihembuskan melalui mulut dengan halus. Beberapa lama kemudian kembang kempis perutnya semakin halus, bagai nafas bayi yang baru lahir. Prana disekitar tempatnya bersila mulai deras mengelilingi tubuh sang pertapa. Sesekali ada petir halus memancarkan sinarnya di udara, ekor petir seukuran rambut dibelah sepuluh terkadang menyentuh tujuh bajra tersebut. Kurang terang dalam pengertian, halilintar yang menyambar bajra ataukah bajra menyemburkan halilintar.
Sang pertapa yang tak lain adalah Mpu Sendok sedang berduka. Putranya hangus disembur api naga Basuki yang marah karena ekornya dipotong Manik Angkeran. Hari ini Mpu Sendok melakoni adi lampah, ngojah para Dewa sejagat dan Leluhur. Intisari lautan Weda, warisan sastra Leluhur diselami selama hidup akan dikerahkan. Teguh bhaktinya kepada para Dewa, Leluhur serta kesetiaannya kepada Siwa Budha akan diuji. Naga Basuki telah berjanji, kalau ekornya dapat menyambung kembali, Manik Angkeran yang telah menjadi abu akan berwujud kembali seperti sediakala.
Udara Toh Langkir lebih dingin dari biasanya dikarnakan uleng manah, jnana, kekuatan pikiran sidhi lan shakti sang pendeta anunggal. Kekuatan kiwa dan tengen menyatu. Tiga pusat kehidupannya; bhur, bhuwah dan swah bersinar terang, memusat di ulu hati, pada chakra anahata, jantung. Intisari ajaran Siwa Budha telah menyatu di bathin sang Pendeta. Dalam relungnya, Beliau memahami hanya kekuatan budhi, karuna budhi, kasing sayang yang bisa melampaui keinginan. Bahkan para Dewa tidak bisa menghalangi keinginan manusia yang telah mencapai budhi pekerti tinggi.
Udara sekarang campur bawur. Kadang panas kadang dingin, membawa sifat kiwa tengen yang silih ganti. Nafas yang terhenti menciptakan panas karena prana tubuh diolah sempurna. Penarikan prana ke dalam tubuh mencipta dingin. Beliau seorang Mpu yang mumpuni, bathinnya kuat di dalam ajaran Siwa Budha.

Kali ini Sang Rudra ada di dalam hati, tepatnya bathin, Siwa wujud lain yang melakukan penarikan dan penghancuran penciptaan. Beliau akan memohon pelepasan dan penundaan proses penghancuran.
Tangan sang pendeta kemudian membentuk mudra padma di depan ulu hati. Puja mantra dengan kekuatan tantra telah mengalun lembut penuh kesedihan. Sinar ungu muda, terkadang merah muda, warna warni indah yang tak kasat mata menyelimuti tubuh sang pendeta. Petir halus semakin banyak biasnya pada tujuh bajra dihadapannya, sungguh pemandangan membuat takjub, sebab kemudian, bajra terangkat bagai dimainkan sinar petir, dikendalikan kekuatan bathin sang pendeta. Tujuh bajra mulai berdenting halus nadanya yang kukira adalah gambang, tembang lagunya para Dewa.
Isi alam semesta tergugah, Bhatara turun kabeh, Mulai dari Dewa Agung sampai Paratman berdatangan dari berbagai penjuru semesta, terusik dengan teguh bhakti dan puja mantra sang pendeta. Bumi bergetar tiada bencana. Hujang angin petir membawa kedamaian. Rumput tumbuh mendahului musim. Semua kehidupan merasakan kebahagiaan. Bunga bermekaran mengharumkan gunung Toh Langkir, menggugah para Dewa. Widiadara dan widiadari menari, mengiringi turunnya para Dewa. Ada Sang Pembayun Agung, penguasa Toh Langkir bersama Sang Bhanaspati Raja penjaga gumi Bali. Demikan pula Raja Dewa, Sang Bhatara Indra.
Satwa liar se-Bali bagai mendapat komando, tiada perbedaan mereka berlomba mencapai Toh Langkir. Instingnya menuntun tujuan dan harus mencapai berkah restu dari sang pendeta. Sesampai di Toh Langkir, serentak semua satwa liar yang mencapai pusat sinar ingin melakukan pengorbanan diri. Instingnya mengatakan, berkorban demi bhakti orang suci adalah berkah kehidupan.
Berbagai fenomena alam terjadi, ibarat pementasan agung. Sang Pendeta menjadi pusat perhatian. Tidak jelas berapa lama, terdengar kabar

No comments:

Post a Comment